27 Oktober 2009

Kesaksian - 3 Hari 3 Malam Berbanding 2 Jam

Sebuah pesawat terbang kecil berputar-putar mencari landasan di
tengah-tengah rimba belantara Kalimantan. Sesaat kemudian, pesawat
menukik dan mendarat dengan hati-hati. Sang pilot turun, disusul
satu-satunya penumpang -- seorang hamba Allah yang diundang ke
daerah itu untuk menyampaikan Kabar Baik dari surga. Orang ini agak
terkesiap menatap rombongan laki-laki yang rupanya telah berkumpul
menyambut kedatangannya. Ketua rombongan maju memperkenalkan diri,
dan setelah saling berjabat tangan, mereka pun mulai
berbincang-bincang.

"Berapa jumlah penduduk desa Bapak?" tanyanya berbasa-basi kepada
ketua rombongan.

"Ini semua kepala keluarganya Pak Pendeta," jawab lelaki setengah
usia itu sambil menunjuk pada rombongan penyambut.

Termangu-mangu, pak pendeta itu mendengarkan keterangan ini.
Diam-diam dihitungnya orang-orang yang mengelilinginya. Hanya tiga
puluh kepala! Tanpa disadarinya, terlintas dalam ingatannya gedung
pertemuan yang mahaluas di Ottawa, Kanada, yang memuat lima ribu
orang, yang menjadi penuh sesak tatkala mereka berdatangan untuk
mendengarkan firman yang disampaikannya. Itu baru beberapa minggu
yang lalu.

"Mari, Pak," kata ketua rombongan dengan ramah sambil membuat
gerakan tangan, mempersilakannya berjalan. "Baik," katanya.
Tebersit dalam hatinya, sebuah harapan, semoga jarak yang kini
harus ditempuhnya dengan berjalan kaki, tidaklah terlalu jauh.
Ternyata harapannya buyar. Mereka meninggalkan landasan pesawat itu,
dan memasuki hutan rimba. Tak terpikirkan betapa mengerikan rimba
itu! Hujan yang turun telah menciptakan kubangan-kubangan lumpur
yang bercampur daun-daun membusuk. Bau yang menyebar dari
kubangan-kubangan tersebut sungguh memuakkan! Di sana-sini tampak
gundukan kotoran hewan, entah binatang liar ataukah hewan peliharaan
penduduk. Di kiri kanan jalan setapak, tirai tebal daun-daun serta
sulur-suluran membuat orang enggan menyimpang sedikit pun dari jalan
setapak itu.

Jalan ternyata berliku-liku, turun naik bukit pula! Udara panas luar
biasa, sekalipun sinar matahari hampir tak tampak dalam rimba yang
pekat itu. Dalam sekejap saja, tubuhnya sudah mulai memprotes
siksaan yang tak terduga-duga itu. Kepalanya terasa berdenyut-denyut
nyeri. Kaki bagaikan dibebani berkilo-kilo. Rongga dada serasa
hendak meledak, menahan napas yang memburu sehingga menimbulkan
desah yang ramai pula. Matanya mulai berkunang-kunang. Langkahnya
pun sudah terhuyung-huyung dengan kepala merunduk berat. Ia
benar-benar membutuhkan istirahat. Tetapi baru saja ia hendak minta
kepada pengantarnya agar mereka berhenti dulu, telinganya menangkap
suara orang ramai.

Ia mengangkat kepala. Mereka berada di puncak sebuah bukit. Di bawah
terhampar pemandangan yang membuatnya terharu. Beratus-ratus ...
tidak, beribu-ribu orang laki perempuan tampak hiruk-pikuk membuat
barisan panjang menuju sebuah "rumah adat".

"Mereka ... ?" tanyanya heran pada pengantarnya.

"Ya," jawab yang ditanya, "mereka tahu Bapak akan datang. Mereka
datang dari kampung-kampung yang tersebar di wilayah yang luas. Ada
di antara mereka yang berjalan 3 hari 3 malam untuk berbakti
bersama-sama."

3 hari 3 malam! Ia melihat, jam tangannya menunjukkan bahwa mereka
sendiri berjalan tak lebih dari 2 jam.

Ia tak mampu berkata-kata lagi. Ia membayangkan perasaan yang
mencekam diri Tuhan Yesus tatkala dilihatnya "orang banyak datang
berbondong-bondong". Kehausan jiwa yang mencari kebenaran pada masa
itu, sekarang pun masih begitu menonjol. Dan ini lebih dirasakannya
lagi ketika kebaktian dimulainya. Suara-suara yang menaikkan
puji-pujian dalam aneka nada memang jauh daripada indah, namun mampu
menggugah hatinya kepada suatu kesadaran yang lebih mendalam, bahwa
Kasih Tuhan ada di mana-mana. Jiwa-jiwa di kota gemerlapan atau di
rimba belantara, sama di mata Tuhan. Tetapi kasih kepada Tuhan,
kiranya tiada yang melebihi kasih yang ada di dalam hati manusia
penghuni rimba ini. Murni dan teguh, demikianlah iman yang membuat
mereka itu menjadi "indah".

Diambil dan disunting seperlunya dari:
Judul buku: Untaian Mutiara
Penulis: Betsy T.
Penerbit: Penerbit Gandum Mas, Malang
Halaman: 116 -- 118

Arsip KISAH: http://www.sabda.org/publikasi/Kisah/
Situs KEKAL: http://kekal.sabda.org/

Baca_selengkapnya......

Kisah - Pensil

Seorang anak bertanya kepada neneknya yang sedang menulis sebuah surat.

"Nenek lagi menulis tentang pengalaman kita ya? atau tentang aku?" Mendengar pertanyaan si cucu, sang nenek berhenti menulis dan berkata kepada cucunya, "Sebenarnya nenek sedang menulis tentang kamu, tapi ada yang lebih penting dari isi tulisan ini yaitu pensil yang nenek pakai." "Nenek harap kamu bakal seperti pensil ini ketika kamu besar nanti" ujar si nenek lagi.

Mendengar jawab ini, si cucu kemudian melihat pensilnya dan bertanya kembali kepada si nenek ketika dia melihat tidak ada yang istimewa dari pensil yang nenek pakai. "Tapi nek sepertinya pensil itu sama saja dengan pensil yang lainnya." Ujar si cucu. Si nenek kemudian menjawab, "Itu semua tergantung bagaimana kamu melihat pensil ini." "Pensil ini mempunyai 5 kualitas yang bisa membuatmu selalu tenang dalam menjalani hidup, kalau kamu selalu memegang prinsip-prinsip itu di dalam hidup ini." Si nenek kemudian menjelaskan 5 kualitas dari sebuah pensil.

"Kualitas pertama, pensil mengingatkan kamu kalau kamu bisa berbuat hal yang hebat dalam hidup ini. Layaknya sebuah pensil ketika menulis, kamu jangan pernah lupa kalau ada tangan yang selalu membimbing langkah kamu dalam hidup ini. Kita menyebutnya tangan Tuhan, Dia akan selalu membimbing kita menurut kehendakNya".

"Kualitas kedua, dalam proses menulis, nenek kadang beberapa kali harus berhenti dan menggunakan rautan untuk menajamkan kembali pensil nenek. Rautan ini pasti akan membuat si pensil menderita. Tapi setelah proses meraut selesai, si pensil akan mendapatkan ketajamannya kembali. Begitu juga dengan kamu, dalam hidup ini kamu harus berani menerima penderitaan dan kesusahan, karena merekalah yang akan membuatmu menjadi orang yang lebih baik".

"Kualitas ketiga, pensil selalu memberikan kita kesempatan untuk mempergunakan penghapus, untuk memperbaiki kata-kata yang salah. Oleh karena itu memperbaiki kesalahan kita dalam hidup ini, bukanlah hal yang jelek. Itu bisa membantu kita untuk tetap berada pada jalan yang benar"..

"Kualitas keempat, bagian yang paling penting dari sebuah pensil bukanlah bagian luarnya, melainkan arang yang ada di dalam sebuah pensil. Oleh sebab itu, selalulah hati-hati dan menyadari hal-hal di dalam dirimu".

"Kualitas kelima, adalah sebuah pensil selalu meninggalkan tanda/goresan. Seperti juga kamu, kamu harus sadar kalau apapun yang kamu perbuat dalam hidup ini akan meninggalkan kesan. Oleh karena itu selalulah hati-hati dan sadar terhadap semua tindakan".

krzsgo.multiply.com

- jawaban.com -


Baca_selengkapnya......

17 Oktober 2009

Kesaksian - Buah Hati Itu Telah Tiba

Di panti asuhan saya (Iwan) dididik secara katolik. Meskipun ketatnya peraturan serta ajaran-ajaran agama yang berlaku, tapi hukum rimba juga terjadi. Di sana, anak-anak orang kaya tidak setiap bulannya mendapatkan jatah kiriman makanan dari orang tuanya, akibatnya sering terjadi perebutan dan perkelahian antarpenghuni panti. Oleh karena itu, mereka sering menggunakan jasa "tukang pukul" yang tidak lain adalah teman-teman mereka sendiri yang memiliki keberanian lebih. Karena mendapatkan imbalan yang cukup besar, biasanya tenaga "tukang pukul" itu berasal dari anak-anak dari golongan yang tidak mampu dan saya adalah salah satu tukang pukul yang "disewa" oleh mereka. Saya mengawali profesi sebagai tukang pukul sejak di bangku SD. Setiap hari saya berkelahi dengan teman-teman sendiri demi membela "tuan kecil" saya. Bukannya kapok, lama-kelamaan saya justru semakin menyukai profesi ini, bahkan semakin meningkat menjadi preman hingga saya SMA. Sebagai bekal keberanian, saya aktif mengikuti kegiatan beladiri hingga sabuk hitam. Pada waktu itu tindakan saya sudah sangat meresahkan teman-teman karena hampir tiap hari saya selalu mengompas mereka.

Setelah menikah, saya masih tetap menjalankan pekerjaan ini, bahkan saya mulai mempelajari ilmu kebal tahan pukul dan tahan bacok. Tapi, rupanya ilmu yang saya pelajari itu tidak banyak menolong, suatu ketika badan saya terasa sangat sakit sehabis dipukul oleh orang karena risiko pekerjaan. Tubuh terasa panas dan kepala sangat pusing, sedemikian sakitnya, saya bahkan sampai membentur-benturkan kepala ke tembok. Obat sakit kepala segala merek telah saya minum, namun hasilnya tidak mengurangi rasa sakit itu. Sehabis demam yang tinggi itu, tubuh saya langsung berubah menggigil kedinginan. Belum habis saya kedinginan, kemudian badan saya rasanya seperti digigit ribuat semut. Seorang teman datang kepada saya, "Kamu mau sembuh?" katanya. "Ya, tentu saja. Terserah, kamu mau pakai cara apa saja, aku mau!" Saya menjawab dengan penuh harap. "Baiklah, kalau begitu saya akan ajak pendeta saya kesini supaya kamu didoakan." Dia berkata dengan penuh keyakinan.

Malam harinya kira-kira pukul 10, seorang pendeta bersama istrinya datang ke rumah. Mereka mengajukan banyak pertanyaan termasuk diantaranya apabila saya sembuh nanti apakah saya mau rajin pergi ke gereja. Pertanyaan-pertanyaan itu langsung saya balas, "Sudah Pak, percayalah, saya akan pergi ke gereja setelah saya sembuh nanti. Jangan terlalu banyak ngomong, cepat doakan saya!" Setelah berdoa, pendeta itu pamit pulang sambil berpesan, "Nanti kalau sudah sembuh, bapak harus rajin ikut persekutuan." Kami mengiyakan dan berjanji akan mencari persekutuan yang terdekat. Tak lama setelah itu, saya lalu pergi tidur. Keesokkan paginya, ternyata benar. Saya sudah sembuh! Tapi dasar manusia, setelah sembuh saya melupakan janji saya kepada Tuhan dan pendeta tadi untuk pergi ibadah dan ke persekutuan. Akhirnya kejadian serupa saya alami kembali, saya dipukul lagi oleh orang. Saya kembali ambruk, bahkan melebihi sakit yang dulu. Lalu pendeta itu datang lagi dan menegaskan bahwa saya harus berubah dan taat beribadah. Bukannya tambah sembuh, kondisi saya malah semakin parah. Sambil menahan sakit saya katakan, "Wah, pendeta ini sudah tidak mempan lagi rupanya."

Suatu hari istri dan pembantu saya sedang tidak berada di rumah, rasa sakit saya berada pada puncaknya, sambil bergulingan di lantai dan berteriak kesakitan. Lalu saya melakukan tindakan yang paling memalukan seumur hidup, saya menangis sejadi-jadinya. Itu adalah pertama kalinya saya menangis. Saya berlutut, minta ampun kepada Tuhan dan berjanji untuk bersungguh-sungguh melayani Dia dan rajin beribadah. Seketika itu juga, tubuh saya terasa hangat seperti ada sesuatu yang mengalir ke dalam tubuh saya. Dan mendadak rasa gatal dan nyeri tubuh saya hilang. Saya mulai rajin beribadah dan aktif di gereja, meskipun pada waktu itu rambut saja masih gondrong dan sangar. Saya sempat risih dengan cara-cara ibadah dengan bertepuk tangan dan menari-nari, tapi lama kelamaan saya menjadi terbiasa dan mulai menikmati suasana itu. Kehidupan saya pun mulai diubahkan.

Selama 6 tahun menikah, kami belum memperoleh keturunan. Lalu saya mengajak istri untuk periksa ke dokter, bahkan saya sempat dioperasi kecil oleh dokter spesialis kandungan. Sudah banyak uang kami habiskan hanya untuk periksa, terapi, dan berbagai macam tes. Meskipun kami dinyatakan sehat, tapi tetap tidak menghasilkan sesuatu yang menyatakan bahwa kami bisa memperoleh keturunan. Suatu ketika, istri dari adik saya melahirkan. Tiba-tiba saya disuruh mengambil bayi mereka di rumah sakit dan meminta kami untuk mengangkatnya menjadi anak karena mereka belum siap untuk mengurus bayi. Dalam keadaan merah, bayi itu langsung saya bawa pulang dan saya cuci sendiri ari-arinya. Senangnya kami pada waktu itu karena telah memunyai momongan, meskipun kami masih tetap berharap bahwa akan memiliki anak kandung sendiri.

Keinginan kami untuk punya anak sendiri telah terkubur lama, lalu kami mengisi hari-hari kami dengan ikut persekutuan dan aktif melayani di gereja. Seorang teman mengajak saya untuk hadir di dalam suatu pertemuan bagi para pengusaha. "Tidak, saya tidak mau datang ke pertemuan itu karena biasanya pengusaha itu sombong-sombong." Saya menolak dengan tegas. Tapi dengan gigihnya dia berusaha meyakinkan saya bahwa mereka semua adalah orang yang baik. Akhirnya saya menyetujui untuk datang ke pertemuan itu. Setiba di sana saya disambut dengan sangat ramah dan mereka kelihatan sangat bersukacita dengan kehadiran saya, suatu hal yang belum pernah saya alami sebelumnya dimana mereka mau menerima saya apa adanya. Semakin betah di pertemuan pengusaha itu lalu saya mengajak istri untuk juga ikut aktif dan bergabung dalam pertemuan "ladies of fellowship".

Tahun 2004, istri saya mengalami bengkak-bengkak pada kakinya, kalaupun ada bengkak di bagian tubuh yang lain tidak akan terlalu kelihatan karena postur tubuhnya yang gemuk. Saya menduga bahwa dia sakit ginjal, lalu saya belikan obat-obatan untuk sakit ginjal karena dia selalu menolak untuk dibawa ke dokter. Karena bengkaknya sepertinya tidak ada perubahan, saya coba panggilkan dukun pijat, siapa tahu dengan di pijat dan urut bengkak pada kakinya akan mengempes, tapi tetap tidak ada hasil, malah katanya perutnya bertambah mules-mules. Beberapa hari kemudian, keponakan kami yang badannya gemuk-gemuk datang dan ikut memijat istri saya, karena pijatnya tidak terasa mereka lalu naik ke atas dan "menginjak-injak" tubuh istri saya supaya lebih mantap. Lama tak ada perubahan dari bengkaknya dan kini ditambah dengan seringnya mulas-mulas, saya mulai khawatir dia terkena lever, lalu dengan bantuan dari keluarga kami memaksa agar dia mau dibawa ke dokter dan dia setuju. Kami bawa dia ke internist, dan menurut hasil pemeriksaan, di dalam perut istri saya ada airnya sekitar 6 liter dan jika tidak ditangani segera akan membahayakan dirinya.

Lalu kami diberi surat pengantar ke laboratorium untuk pemeriksaan lebih detil termasuk periksa USG. Di laboratorium istri saya menjalani seluruh tes, dan kami dikejutkan dengan pernyataan dokter, "Menurut pemeriksaan alat kami, istri bapak sudah hamil 8 bulan." Hamil? 8 bulan? Saya tidak bisa berkata apa-apa lagi. Kenapa selama ini kami tidak tahu. Apa karena postur tubuh istri saya yang gemuk sehingga tidak kelihatan bahwa dia sedang hamil. Memang siklus haid istri saya tidak seperti wanita pada umumnya, dia bisa mendapat haid 6 bulan, bahkan setahun sekali. Lagi pula siapa yang menyangka dalam usia kami yang lebih dari 40 tahun kami akan dikarunia seorang anak. Lalu timbul kekhawatiran dari kami mengingat perut istri saya pernah diinjak-injak oleh keponakan-keponakan kami. "Dokter, apakah anak kami akan lahir cacat? Mengingat iseri saya dulu pernah di pijat dengan cara "diinjak-injak" oleh keponakan kami." Saya bertanya kepada dokter itu dengan nada cemas. "Oh, tidak. Tidak masalah. Anak bapak sangat sehat. Bulan depan ibu sudah dapat melahirkan."

Kemudian kami diberi surat pengantar ke rumah sakit bersalin, keesokan paginya kami berangkat ke sana. Pihak rumah sakit menyarankan agar istri saya segera dioperasi minggu depan. Timbul kecurigaan dalam hati saya, kenapa keputusan persalinan itu harus cepat dilaksanakan. "Dok, apakah ada masalah dalam kandungan istri saya, sehingga harus di operasi secepat itu?" Ketakutan saya adalah apakah bayi tersebut akan lahir cacat, lagipula saya mempertimbangkan usia istri saya yang beresiko untuk melahirkan. "Tidak perlu menunggu terlalu lama pak, untuk sesuatu yang bisa kita lakukan sekarang." Dokter itu meyakinkan saya bahwa semuanya akan berjalan baik. Tapi saya percaya bahwa Tuhan akan memberikan yang terbaik bagi kami dan seandainya Dia memberikan yang buruk, saya "mengancam" tidak akan bersaksi mengenai kebaikan Tuhan lagi.

Akhirnya anak kami lahir dengan normal. Tapi saya masih merasakan keganjilan karena sejak keluar dari rahim kenapa bayi saya tidak menangis seperti bayi lainnya. Ketakutan kembali menyelimuti saya, dalam kepanikan itu saya berseru dan berdoa kepada Tuhan, supaya anak saya jangan lahir cacat. Selesai berdoa, mujizat segera terjadi. Anak kami akhirnya menangis sangat keras, bahkan paling keras di antara bayi-bayi yang lain. Kami sangat gembira melihatnya dan bersyukur kepada Tuhan. 25 tahun penantian kami, apa yang semula sempat kami abaikan dan tidak kami pikirkan ternyata Tuhan masih mengingatnya dan menyediakannya. Dia setia pada janji di saat kita sungguh-sungguh melayani Dia. (DS/Pet)

Diambil dari:
Judul majalah: VOICE Indonesia, Edisi 86, Tahun 2006
Penulis: DS/Pet
Penerbit: Communication Department -- Full Gospel Business's Men
Fellowship International -- Indonesia: Yayasan Usahawan
Injil Sepenuhnya Internasional (PUISI), Jakarta
Halaman: 23 -- 28

Arsip KISAH: http://www.sabda.org/publikasi/Kisah/
Situs KEKAL: http://kekal.sabda.org/

Baca_selengkapnya......

07 Oktober 2009

Artikel - Bermanfaat atau Sia-sia

Posted by Michael Pratama November 9 at 6:52pm at
facebook Group: KOREM GKPI Citeureup


Suatu ketika di sebuah peternakan, ayam dan sapi sedang ngobrol mengenai kelebihannya masing-masing dan seberapa bergunakah mereka bagi manusia.

Ayam : Klo menurutku sih aku yang paling berguna bagi manusia, liat aja mereka begitu sangat membutuhkanku, dari telurku mereka bisa mereka bisa membeli traktor baru.

Sapi : ahhh, gitu aja sombong, liat donk diriku, dari tiap tetes susu yang kuhasilkan, mereka bisa membeli sebidang tanah.

Tiba-tiba datanglah seekor babi dengan muka yang muram dan terlihat sedih,

Babi : Bagi manusia, setiap potong dagingku hanya bisa mengenyangkan mereka selama beberapa jam saja (hiks..hiks..hiks..)

Waduh...waduh.. kasian sekali si babi, padahal tidak taukah dia bahwa dagingnya enak disantab...hehehehhehehe....

Tenag..tenang... kita bukan mau ngomongin si babi kok. Dari percakapan hewan-hewan di atas, ada pelajaran penting yang bisa kita ambil. Seberapa bergunakah hidup kita di dunia ini. Seberapa berdampakah kita di lingkungan kita, dan seberapa pentingkah diri kita bagi orang-orang terdekat kita.

Guys, pernah ngga kalian merenung di tengah malam yang hening, gelap dan dingin, sembari menatap langit-langit kamar kalian masing-masing dan berkata “ Kira-kira klo ngga ada aku di dunia ini, apa jadinya yah ? ”.

Seandainya ngga ada Thomas alva Edison mungkin nggak akan pernah tercipta yang namanya lampu, klo ngga ada yang namanya alexander graham bell mungkin kita akan tetap melestarikan budaya menulis surat dengan merpati pos. Klo aja Robert Boyle dan John Walker ngga pernah dilahirkan, maka korek api nggak akan tercipta. Seandainya Nikola Tesla ngga ada, wah nggak ada tuh yang namanya motor.

Dan seandainya Yesus nggak turun ke dunia dan menjadi sama dengan kita, nggak ada yang namanya PENEBUSAN DAN KESELAMATAN.

Hidup bukan hanya sekadar hidup aja, harus ada dampak yang kita buat, ada teladan yang kita tinggalkan, dan ada sebuah tujuan yang harus kita lakukan dan kejar. Semua nama yang aku sebutkan di atas memberikan peranan penting bagi dunia, bahkan peranan yang sangat penting. Mereka memiliki suatu tujuan, suatu motivasi untuk menciptakan sesuatu, untuk membuat perbedaan, membuat menjadi lebih baik. Hidup bukan hanya sekadar terlihat hidup, tapi benar-benar hidup dan dapat membuat orang lain merasakan hidup itu sendiri. Itulah yang namanya dampak.

“ Aku ngga minta untuk dilahirkan di dunia ini.”

Pernah dengar perkatan itu, atau mungkin ada beberapa dari kalian yang telah dan akan mengucapkan perkataan itu karena suatu hal. Aku mau bilang, bukan karena kita pengen ada di dunia ini makanya kita ada di dunia ini, tapi karena Tuhan merencanakan kita ada di dunia ini, makanya kita ada di dunia ini. Guys, jangan pernah menyesali hari kelahiranmu, jangan pernah menyesali kehidupanmu, jangan pernah menyesali keberadaanmu. Tuhan yang merencanakan semua itu, dan Tuhan ingin kita ada di dunia ini karena sebuah alasan, sebuah tujuan dan suatu sebab.

Tuhan tempatkan kamu di keluarga yang “berantakan” karena suatu alasan, Tuhan tempatkan kamu di sebuah komunitas juga karena suatu alasan. Tuhan “mendamparkan” kamu di sekolah yang antah berantah, atau di tempat yang sama sekali kamu ngga inginkan karena suatu alasan juga. So yang perlu kita lakukan bukannya sibuk menyesali diri, sibuk menyalahkan diri, atau bahkan menyalahkan Tuhan. Justru kita harus peka dan bahkan penasaran sama rencana Tuhan, minta sama Tuhan untuk membuat kita mengerti dan memahami jalan dan cara kerja Tuhan, dan percayalah bahwa Tuhan sedang menjalankan rencana yang terbaik buat kamu. Kalopun kamu ngga bisa memahami dan mempercayai rencana Tuhan sekalipun, percayalah kepada hatiNya Tuhan. Trust His Heart.

Sebab Aku ini mengetahui rancangan-rancangan apa yang ada pada-Ku mengenai kamu, demikianlah firman TUHAN, yaitu rancangan damai sejahtera dan bukan rancangan kecelakaan, untuk memberikan kepadamu hari depan yang penuh harapan (Yeremia 29:11)

Perhatikan sekelilingmu, apakah kehadiran kamu membuat mereka tersenyum, apakah dengan ada kamu ada jawaban yang didapatkan?? Apakah melalui kamu ada teladan hidup yang bisa dikuti?? Apakah hidupmu membawa dampak dan berguna bagi orang lain?? Dan apakah melalui kamu banyak orang semakin mengenal dan melihat Yesus secara nyata??

Jangan sampai kita baru dirasakan berguna saat kita udah nggak ada lagi, yah seperti si babi dalam cerita di atas.

Buatlah dirimu berguna, jadilah dampak, dan jadilah berkat. Pahamilah tujuan hidup dan rencana yang Tuhan design buat kamu, bahwa kamu hidup bukan hanya untuk terlihat “hidup” tapi untuk menjadi hidup bagi sekitarmu.

......Ngga ada lo ngga rame.......

Gbu.


Baca_selengkapnya......

Kisah - Nilai Seikat Kembang

Seorang pria turun dari sebuah mobil mewah yang diparkir didepan kuburan umum. Pria itu berjalan menjuju pos penjaga kuburan. Setelah memberi salam, pria yang ternyata adalah sopir itu berkata, "Pak, maukah Anda menemui wanita yang ada di mobil itu? Tolonglah pak, karena para dokter mengatakan sebentar lagi beliau akan meninggal!'

Penjaga kuburan itu menganggukkan kepalanya tanda setuju dan ia segera berjalan dibelakang sopir itu. Seorang wanita lemah dan berwajah sedih membuka pintu mobilnya dan berusaha tersenyum kepada penjaga kuburan itu sambil berkata, "Saya Ny. Steven. Saya selama ini mengirim uang setiap dua minggu sekali kepada Anda. Saya mengirim uang itu agar Anda dapat membeli seikat kembang dan menaruhnya diatas makam anak saya. Saya datang untuk berterima kasih atas kesediaan dan kebaikan hati Anda. Saya memanfaatkan sisa hidup saya untuk berterima kasih kepada orang-orang yang telah menolong saya."

"Oh, jadi Nyonya yang selalu mengirim uang itu? Nyonya, sebelumnya saya minta maaf kapada Anda. Memang uang yang nyonya kirimkan itu selalu saya belikan kembang, tetapi saya tidak pernah menaruh kembang itu dipusara anak Anda." Jawab pria itu. "Apa, maaf?" Tanya wanita itu dengan gusar. "Ya, Nyonya. Saya tidak menaruh kembang itu disana, karena menurut saya, orang mati tidak akan pernah melihat keindahan sekikat kembang . Karena itu setiap kembang yang saya beli, saya berikan kepada mereka yang ada dirumah sakit, orang miskin yang saya jumpai, atau mereka yang sedang bersedih. Orang-orang yang demikian masih hidup, sehingga mereka dapat menikmati keindahandan keharuman kembang-kembang itu, Nyonya,"jawab pria itu.

Wanita itu terdiam, kemudian ia mengisyaratkan agar sopirnya segera pergi. Tiga bulan kemudian, seorang wanita cantik turun dari mobilnya dan berjalan dengan anggun kearah pos penjaga kuburan. Selamat pagi. Apakah Anda masih ingat saya? Saya Ny. Steven. Saya datang untuk berterima kasih atas nasihat yang Anda berkan bebeerapa bulan yang lalu. Anda benar bahwa memperhatikan dan membahagiakan mereka yang masih hidup jauh lebaih berguna daripada meratapi mereka yang sudah meninggal. Ketika saya secara langsung mengantarkan kembang-kembang itu ke rumah sakit atau panti jompo, kembang-kembang itu tidak hanya membuat mereka bahagia, tetapi saya juga turut bahagia.

Sampai saat ini para dokter tidak tahu mengapa saya bisa sembuh, tetapi saya benar-benar yakin bahwa sukacita dan pengharapan adalah obat yang memulihkan saya!" Jangan pernah mengasihani diri sendiri, karena mengasihani diri sendiri akan membuat kita terperangkap di kubangan kesediahan. Ada prinsip yang mungkin kita tahu, tetapi sering kita lupakan, yaitu dengan menolong orang lain sesungguhnya kita menolong diri sendiri.

http://hariyangbegituindah.blogspot.com/

- Jawaban.com -


Baca_selengkapnya......